Channeltujuh.com, JAKARTA – Merujuk pada vonis bebas terhadap Yu Hao (49) warga negara asing (WNA) asal China dalam kasus tambang emas ilegal yang merugikan negara sebesar Rp1,02 triliun karena hilangnya cadangan emas sebanyak 774,27 kg dan perak 937,7 kg di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat.
Vonis bebas ini diputuskan oleh hakim Pengadilan Tinggi Pontianak, padahal sebelumnya Yu Hao telah divonis 3,5 tahun penjara dan denda Rp30 miliar oleh Pengadilan Negeri Ketapang.
Atas vonis bebas ini, Ketua Umum (Ketum) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI) Burhanudin Abdullah yang akrab disapa Burhan menilai putusan tersebut telah mencederai semangat pemberantasan korupsi dan tidak sejalan dengan komitmen Presiden Prabowo Subianto dalam memberantas praktik korupsi.
Burhan menilai vonis bebas ini perlu menjadi perhatian serius Komisi Yudisial (KY). Sebelumnya, proses panjang penanganan perkara ini telah dilakukan oleh Kepolisian Republik Indonesia (Polri), Kejaksaan, dan Pengadilan Negeri (PN) Ketapang yang memutus terdakwa bersalah. Namun, putusan tersebut dianulir oleh Pengadilan Tinggi Pontianak.
“Ini bukan perkara mudah, penanganannya membutuhkan kehati-hatian untuk memastikan cukup bukti sehingga bisa disidangkan dan diputus bersalah di Pengadilan Negeri Ketapang. Namun, tiba-tiba dibebaskan di Pengadilan Tinggi Pontianak. Tentu hal ini mencederai upaya pemberantasan korupsi dan menimbulkan pertanyaan besar, kenapa si orang asing pencuri kekayaan alam Indonesia bisa bebas dari hukum, hal ini harus diusut,” tegas Burhan di Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat, Minggu (19/1/25).
Lanjut Burhan, LAKI berencana akan melaporkan hakim yang menangani perkara ini ke KY. Pelaporan ini bertujuan agar kasus serupa tidak kembali terulang di masa depan.
“Nanti biarkan KY menyampaikan ke publik alasan hakim memutuskan vonis bebas ini,” jelas Burhan.
Dibawah epemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Raka Bumingraka, lanjut Burhan mengatakan dirinya optimis korupsi akan diberantas dan hukum akan ditegakkan setegak-tegaknya.
“Kita optimis hukum tidak lagi tumpul diatas tajam dibawah, seperti kasus WNA China ini, ini menandakan bahwa hukum masih lemah dan tumpul diatas tajam dibawah, banyak rakyat miskin yang mencuri karena lapar namun harus menebus kesalahan dengan hukuman yang berat, bahkan ada yang harus menebusnya dengan nyawa,” tukas Burhan mengakhiri.*/
Laporan : Devi Lahendra